Kejadian yang kesekian kalinya konsumen dirugikan akibat penarikan kendaraan bernotor secara sepihak oleh debt collector. Seperti dialami oleh Ferdinand Laurens Warga Kelurahan Malendeng. Kendaraan bermotor roda dua jenis Honda Beat dengan plat nomor DB 3732 ME miliknya ditarik oleh debt collector dari PT Nusa Surya Ciptadana (NSC) Finance.
Padahal motor tersebut sebagaimana disampaikan Laurens sudah lunas sejak tahun 2016, bahkan Laurens menunjukan bukti berupa kwitansi pembayaran hingga lunas. Oleh tindakan sepihak NSC Finance, Laurens mengaku sangat dirugikan, dia kemudian menempuh jalur hukum dengan melaporkan NSC Finance Manado ke Polda Sulut.
Laurens melalui kuasa hukumnya, Christian Arensen Tanuwijaya Malonda, SHToar Christian Elias Komaling, SH. Mengatakan, klien mereka sudah melaporkan ke Polda Sulut dengan nomor laporan, LP/B/277/V/2024/SPKT/Polda Sulawesi Utara Tanggal 21 Mei 2024.
“Klien kami atas nama Ferdynand Febriano Laurens sudah melaporkan ke Polda Sulut terhadap terlapor yakni pihak NSC Finance. Sementara ini klien kami melaporkan NSC Finance dengan dugaan tindak pidana pemerasan UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang KUHP sebagaimana dimaksud dalam pasal 368. Kendaraan tersebut seperti tertuang dalam laporan ditarik secara sepihak tanpa pemberitahuan kepada klien kami sebagai pelapor. Saat itu motor tersebut dikendarai oleh keponakan klien kami. Dan dalam penarikan tersebut disinyalir terjadi pemaksaan, yakni keponakan klien kami dipaksa menandatangani lembar yang tidak diketahuinya, dan oleh debt collector tidak mengijinkan keponakan klien kami merekam atau menghubungi klien kami, ini jelas sudah melanggar hukum dan lagi klien kami sudah melunasi motor tersebut. Klien kami merasa sangat dirugikan karena tidak ada pemberitahuan, nanti akan kami juga masukan pasal pencemaran nama baik,” jelas kuasa hukum Laurens, Christian Malonda didampingi Toar Komaling.
Lanjut disampaikan Malonda dan Komaling, klien mereka sudah beberapa kali mendatangi NSC Finance. Namun perusahaan pembiayaan tersebut menyebut Laurens masih memiliki tunggakan padahal kata Malonda dan Kaunang. Klien mereka memiliki bukti berupa lembaran kwitansi sampai pelunasan, oleh sebab itu klien mereka tidak mau membayar tagihan sepihak yang disebut oleh NSC Finance.
“Kata pihak NSC Finance mereka sudah melelang motor itu. Apa alasannya, ini jelas pelanggaran pidana berat. Pasal dan ancaman pidana tidak main-main, nanti akan ada tuntutan ganti rugi yakni kerugian materil dan/atau kerugian immateril. Masa bisa motor sudah lunas ditarik dan tanpa pemberitahuan kepada klien kami sudah dilelang. Ini harus diproses hukum, agar ada efek jerah dan perusahaan pembiayaan tidak semena-mena kepada debitur,” ucap Malonda dan Komaling.
Sementara itu Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) menegaskan tidak boleh debt collector menarik paksa kendaraan di jalan. Konsumen bisa melaporkan jika ada penarikan paksa kendaraan bermotor di jalan.
Anggota Komisi Penelitian dan Pengembangan BPKN RI, Slamet Riyadi mengungkapkan jika ada penarikan paksa oleh debt collector, karena kredit macet, konsumen bisa melaporkan. Apalagi menarik kendaraan yang sudah lunas itu sangat fatal.
“Terhadap debitur yang mengalami kredit macet. Finance harus melalui prosudur seperti surat teguran 1, 2, dan 3. Lalu somasi dalam jangka waktu per tujuh hari. Baru mengirim jasa penagih hutang. (Debt Collector) punya sertifikat penagih, surat tugas dari lembaga pembiayaan. Kalau tidak ada surat tugas, itu ilegal. Nah jika yang ditarik itu sudah lunas berdasarkan bukti kwitansi sah itu jelas hukuman bagi finance sangat berat akan ada tuntutan ganti rugi besar disitu kalau sampai diproses hukum,” kata Slamet.
Dilanjutkannya proses penarikan kendaraan bermotor tertuang juga dalam. Implementasi Undang-Undang Jaminan Fidusia, UU P2SK, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUUXVII/2019 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUUXIX/2021 dalam rangka Pencegahan Penarikan Paksa Kendaraan Bermotor.
Slamet mengatakan jika dilakukan penarikan kendaraan secara paksa di jalan.
( Ren )